Sabtu, 22 November 2014

Hampir penghujung tahun, masih untung bisa menuangkan ide hehe.. Lama sekali sebenarnya, tapi tak apa, daripada tidak sama sekali (mencoba menghibur diri :))
Ini tentang putri termanisku..

TUHAN DIATAS SEGALANYA
     Pagi ini merupakan pagi yang tidak biasa buat Elva, putri termanisku. Betapa tidak, semalam dia berpesan agar aku membangunkannya pagi pagi, pagi sekali malah. Dia kubangunkan sebelum subuh. Tanpa rasa malas, dia langsung menenggak susu yang kubuatkan dan menunggu air hangat untuk mandinya mendidih. Setelah itu pas setelah adzan subuh dia kuantar ke sekolahnya. Karena pagi ini dia harus dirias dan didandani untuk persiapan lomba paduan suara.
      Tidak biasakah? Tentu saja, bagi anak anak yang sekolah di pedesaan even even semacam ini memang tidak kerap diikuti. Paling kalau ada porseni seperti saat ini atau pagelaran tujuh belasan tingkat dusun. Kuhitung hampir dua bulan dia dan timnya mempersiapkan diri dengan berlatih keras dan sungguh sungguh. Aku bisa bilang demikian karena setiap waktu di rumah dia tak henti hentinya menyanyikan lagu Tamasya dan Anoman Obong yang akan dinyanyikannya di perlombaan nanti.Malah kadang adiknya berteriak kegirangan menyaksikan kakaknya show dihadapannya.
      Sebagai orangtua yang memberi dukungan penuh atas apa yang dijalani sang buah hati, kubantu dia mempersiapkan segalanya. Dari menjaga asupan makanan yang dikonsumsinya agar dia tetap sehat dan suaranya tidak terganggu, sampai merehab baju yang akan dipakainya, karena baju sewaan tentu saja tidak langsung sesuai dengan tubuh mungilnya. Tidak lupa mengeluarkan biaya sewa baju dan membeli sepatu untuk melengkapi penampilannya nanti. Dan setelah mempersiapkan ini itu, kamipun sampai di tempat perlombaan dengan suasana riuh dan gembira karena memang sebagian besar yang ada disitu adalah anak anak.
      Sesuai informasi yang kudapat, lomba ini adalah seleksi grup untuk dikirim ke tingkat provinsi Jawa Timur. Jadi hari ini para peserta berlomba antar kecamatan sekabupaten mojokerto. Untuk kecamatan Gedeg tempatku berdomisili langsung ditunjuk SD anakku yang mewakili. Dan satu Kabupaten ada sekitar 14 grup peserta.
      Rasa gugup justru kualami meskipun yang berlomba bukan aku sendiri. Aku kuatir anakku melakukan kesalahan. Padahal papanya berpesan biarkan anak kita menjalaninya tanpa kita bebani perasaan apapun, kita doakan saja yang terbaik. Anakku mendapatkan nomor undian 12, jadi aku masih bisa membandingkan dengan peserta sebelumnya. Tiba anakku giliran tampil, aku sangat terharu dan bahagia karena dia dan teman temannya mampu mempersembahkan pertunjukan yang menghibur dan terbaik, menurutku. Apalagi ibu ibu teman Elva dan guru gurunya sangat optimis bisa mendapatkan juara 1. Karena dari segi kostum, tekhnik suara dan koreografinya sangat bagus, menurutku. Malah kita berangan angan akan berangkat ke tingkat provinsi. Dan juga melihat kemampuan tim putriku dibandingkan tim yang lain, menurutku di atas kertas mereka akan menang.
      Tapi aku, ibu ibu lain dan guru guru anakku bukanlah jurinya. Ada yang lebih paham dan berwenang memutuskan. Saat ada juri yang menyampaikan bahwa ada grup yang berpotensi menang tapi lagu piilihannya bukan lagu daerah, aku mulai ragu. Benakku bertanya apakah yang dimaksud juri adalah tim putriku. Dan benarlah, ketika juara disebutkan satu persatu, ternyata tim Elva meraih  juara tiga. Bukan juara satu yang kuagankan. Tetap juara memang, tapi ini bukan kompetisi terbuka yang berhadiah uang atau semacamnya. Tapi ini adalah seleksi untuk tingkat berikutnya yang artinya juara selain satu tidak mendapatkan kesempatan lagi. Kecewa, jelas. Sedih itu pasti. Tapi larut dalam kekecewaan dan kesedihan tidaklah bijaksana. Kulihat anakku, sedikit kekecewaan terlintas di matanya. Tapi senyumnya yang terus mengembang dan kulihat kegembiraan sepanjang perlombaan ini menyadarkanku akan banyak hal.
      Aku lupa, bahwa hati dan perasaan buah hatiku jauh lebih penting daripada sekedar keinginan untuk menjadi juara satu. Saat mendengar timnya disebut sebagai juara tiga, dia dan teman temannya melompat lompat kegirangan karena mereka merasa tetap terpilih menjadi salah satu yang terbaik diantara 14 peserta lainnya. Saat itulah harusnya perasaanku menjadi tidak penting, karena perasaan yang berbanding terbalik dengan kegembiraan putriku justru semakin mengecilkan diriku dan semakin menyadarkanku bahwa sebuah ambisi justru bisa menodai hati. Rasa terpilih menjadi yang terbaik adalah sama terbaiknya dengan menghargai setiap inci usaha yang telah dibangun dan dilakukan apapun hasil akhirnya.
      Aku lupa, bahwa sesuatu yang berlebihan adalah tidak baik. Seperti yang telah kurasakan dan kuharapkan saat itu. Kepercayaan diri yang berlebihan akan membawa pada kekecewaan dan penyesalan. Optimis memang sebuah keharusan dalam menanti sebuah hasil usaha, tetapi merasa sudah tahu hasil dari usaha itu sendiri jatuhnya adalah pada kesombongan. Takabur akan pengharapan yang belum tentu terwujud. Hal itulah yang seharusnya kusadari dari awal, sehingga lebih bisa memupuk rasa optimis dibarengi dengan doa.
      Dan kata yang kusebut terakhir itulah yang paling penting. Mungkin aku merasa sudah melakukannya. Jauh jauh hari malah. Tapi aku lupa bahwa doa adalah sebuah bentuk kepasrahan dan rasa tawakal yang dalam kepada yang punya hidup dan  sang maha hidup. Ketika hati memiliki keinginan dan pengharapan yang kita sampaikan padaNya, sudahkah langkah yang kujalankan sebanding dan berimbang dengan hati itu sendiri. Karena terkadang aku baru menyadari ternyata jauh hari kupanjatkan doa seolah berserah akan segala keputusan Tuhan, tetapi disaat yang sama tindakan atau perbuatan yang kulakukan bertentangan dengan keinginan Tuhan. Tuhan pasti ngin perbuatan baik, yang menghargai, menghormati, rendah hati, optimis tanpa rasa sombong. Dan tenyata kulakukan sebaliknya. Seolah olah keputusan itu sudah dibuat dan terjadi. Maka semakin kusadari bahwa kehadiranNya harus selalu ada dalam setiap hati, dalam setiap langkah dan harus selalu ingat  bahwa hanya Tuhan yang ada diatas segala galanya. Selalu ingat bahwa kealpaan terhadap kehadiranNya adalah sebuah kesalahan yang tidak boleh terulang.